Biomassa berupa Eceng gondok yang memiliki
nama lain ‘Eichornia crassipes’ adalah sejenis tumbuhan air yang hidup
terapung di permukaan air. Tanaman ini berkembang biak manakala
dipenuhi limbah pertanian atau pabrik sehingga menjadi indikator
dimana di tempat atau sungai tersebut sudah terkena pencemaran (
adanya limbah pencemar). Eceng gondok sejenis tanaman hidrofi, tumbuhan
ini tidak dapat dimakan bahkan tanaman gulma ini menjadi tanaman
pengganggu bagi tumbuhan lain dan hewan sekitarnya. Tanaman ini, dan
umumnya tumbuhan air seperti rumput laut dan aneka jenis tanaman liar
perairan lainnya, mengandung selulosa dalam jumlah banyak. Dan
selulosa inilah yang bisa digunakan sebagai bahan bakar melalui
pembangkitan biomethan ( biogas murni) bagi energi panas (kompor) dan energi listrik dari generator set serta produk sampingannya berupa pupuk
organik.
Dengan teknologi fermentasi terkini ( solid biomethan fermentation) dan pemurnian biogas ( methan purifier) dalam Instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBM), dari gulma perairan seperti eceng gondok, ganggang laut dan aneka jenis rumput perairan akan diperoleh kualitas biomethan ( biogas murni) pada komposisi methan (CH4) tinggi > 80 %, memiliki kandungan kalori setara dengan Compressed Natural Gas (CNG) maupun Liquid Petroleum Gas ( LPG).
Perkembangan teknologi proses fermentasi biomassa berupa limbah, gulma dan sampah menjadi material baru yang memberikan keuntungan secara ekonomi, telah melahirkan peluang bisnis pembangkitan energi listrik dan produksi pupuk organik dalam multi skala. Teknologi PLTBM yang dikembangkan PT. Cipta Visi Sinar Kencana (CVSK), dan sejak tahun 2011 telah diuji di 33 lokasi model PLTBM, misalnya, dapat dilakukan dari skala terkecil 150 kg/ hari biomassa ( sampah, limbah dan gulma) hingga skala besar ratusan ton/ hari.
Peluang bisnis dan investasi dari pembangkitan energi baru terbarukan ( khsususnya yang berbahan sampah dan biomassa), sejak tahun 2012 ditopang pula oleh pemerintah yang mulai memberikan insentif berupa harga premium, melebihi harga beli daya listrik dari pembangkitan energi fosil. Harga pembelian oleh Perusahaan Listrik negara (PT. Persero PLN) atas daya listrik yang dibangkitkan para sponsor proyek/ investor ( pemerintah Provinsi/ Kabupaten/kota, swasta, koperasi dan masyarakat) selalu lebih besar dibanding daya listrik dari pembangkitan konvensional ( bahan fosil).
Bahkan, guna menarik minat para investor di proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan biomassa (PLTBM), pemerintah berniat menaikkan harga beli listrik PLN yang berasal dari pembangkit tersebut. Semula, berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 4 Tahun 2012, harga beli PLN atas listrik bersumber biogas, biomassa, dan sampah kota senilai Rp 850 hingga Rp 1.050 per kilo watt hours (Kwh)
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah akan merevisi aturan itu dan menaikkan harga beli daya listrik dari pembangkitan energi baru (biomassa) menjadi Rp 1,250 hingga Rp 1,450 per Kwh. PLN wajib menyerap listrik ini. Pihaknya telah konsultasi publik dan membahas bersama PLN, ujarnya belum lama ini. Pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan masih minim. Dari total kapasitas terpasang 44.124 MW di 2012, kapasitas pembangkit berbasis biodiesel, biogas, biomassa, dan sampah kota hanya 0,12%.
Berdasarkan pengalaman dalam 2 tahun terakhir dengan terbangunnya model di 33 lokasi ( skala kecil sd output 25 KVA), dapat dianalisa bahwa perbesaran skala operasi pengolahan biomassa ( sampah, gulma dan limbah) memberikan parameter keuntungan lebih baik lagi. Konversi energi dari gulma perairan diperlihatkan dalam tabel PLTBM Skala bagi bagan baku berupa eceng gondok 250 ton berikut.
Proses
fermentasi 250 ton/ hari gulma air dalam reaktor digester PLTBM, akan
menghasilkan 14.000 m3 biomethan ( biogas murni pada komposisi methan
> 80 %). Gas per hari sebanyak itu, dijadikan bahan bakar
generator pembangkit listrik berkompresi tinggi, akan menjadi energi
sebanyak 28.000 KWH. Atau, jika dijadikan energi panas ( bahan
kompor) akan setara 6.720 kg LPG atau sama dengan 560 unit tabung LPG
12 kg. Dengan mengacu pada edaran Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2012,
asumsi Rp 1250/ KWH, besaran energi 28.000 KWH, bisa dibeli PLN untuk
dikoneksi pada jaringan Tegangan Rendah (TR) sebesar Rp
12.600.000.000/ tahun.
Dengan teknologi fermentasi terkini ( solid biomethan fermentation) dan pemurnian biogas ( methan purifier) dalam Instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBM), dari gulma perairan seperti eceng gondok, ganggang laut dan aneka jenis rumput perairan akan diperoleh kualitas biomethan ( biogas murni) pada komposisi methan (CH4) tinggi > 80 %, memiliki kandungan kalori setara dengan Compressed Natural Gas (CNG) maupun Liquid Petroleum Gas ( LPG).
Perkembangan teknologi proses fermentasi biomassa berupa limbah, gulma dan sampah menjadi material baru yang memberikan keuntungan secara ekonomi, telah melahirkan peluang bisnis pembangkitan energi listrik dan produksi pupuk organik dalam multi skala. Teknologi PLTBM yang dikembangkan PT. Cipta Visi Sinar Kencana (CVSK), dan sejak tahun 2011 telah diuji di 33 lokasi model PLTBM, misalnya, dapat dilakukan dari skala terkecil 150 kg/ hari biomassa ( sampah, limbah dan gulma) hingga skala besar ratusan ton/ hari.
Peluang bisnis dan investasi dari pembangkitan energi baru terbarukan ( khsususnya yang berbahan sampah dan biomassa), sejak tahun 2012 ditopang pula oleh pemerintah yang mulai memberikan insentif berupa harga premium, melebihi harga beli daya listrik dari pembangkitan energi fosil. Harga pembelian oleh Perusahaan Listrik negara (PT. Persero PLN) atas daya listrik yang dibangkitkan para sponsor proyek/ investor ( pemerintah Provinsi/ Kabupaten/kota, swasta, koperasi dan masyarakat) selalu lebih besar dibanding daya listrik dari pembangkitan konvensional ( bahan fosil).
Bahkan, guna menarik minat para investor di proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan biomassa (PLTBM), pemerintah berniat menaikkan harga beli listrik PLN yang berasal dari pembangkit tersebut. Semula, berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 4 Tahun 2012, harga beli PLN atas listrik bersumber biogas, biomassa, dan sampah kota senilai Rp 850 hingga Rp 1.050 per kilo watt hours (Kwh)
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah akan merevisi aturan itu dan menaikkan harga beli daya listrik dari pembangkitan energi baru (biomassa) menjadi Rp 1,250 hingga Rp 1,450 per Kwh. PLN wajib menyerap listrik ini. Pihaknya telah konsultasi publik dan membahas bersama PLN, ujarnya belum lama ini. Pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan masih minim. Dari total kapasitas terpasang 44.124 MW di 2012, kapasitas pembangkit berbasis biodiesel, biogas, biomassa, dan sampah kota hanya 0,12%.
Berdasarkan pengalaman dalam 2 tahun terakhir dengan terbangunnya model di 33 lokasi ( skala kecil sd output 25 KVA), dapat dianalisa bahwa perbesaran skala operasi pengolahan biomassa ( sampah, gulma dan limbah) memberikan parameter keuntungan lebih baik lagi. Konversi energi dari gulma perairan diperlihatkan dalam tabel PLTBM Skala bagi bagan baku berupa eceng gondok 250 ton berikut.
Tabel Konversi material Eceng gondok dan gulma air menjadi biomethan sebagai bahan bakar pembangkitan listrik serta perolehan pupuk organik |
Disamping perolehan energi diatas, teknologi fermentasi ( Solid Biomethan Fermentation) dalam instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBM), berbeda dengan pembangkitan energi baru dan listrik dari sumber lainnya ( dhi PLT Surya PLTS, PTM Hidro, PLT Angin, maupun teknologi gasifikasi biomassa yang hanya menghasilkan satu jenis output, listrik). Pada teknologi fermentasi dalam PLTBM, selain energi, terdapat perolehan pupuk organik - yang kaya dengan senyawa dan hormon. Pada kasus 250 ton biomassa gulma air ( eceng gondok), sekurangnya akan dihasilkan 62,5 ton/ hari atau senilai Rp. 1.987.500.000 / tahun.
Dengan
kedua output produk ( energi listrik ~ energi panas) serta pupuk
organik, setiap 250 ton gulma air, dengan menakar perolehan energi
listrik dan pupuk organik dari biomassa ( gulma perairan) berdasar
pengalaman PT Cipta Visi Sinar Kencana di 33 lokasi tersebut diatas,
akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 23.850.000.000,- / tahun.
Perolehan
energi listrik dan pupuk organik dari biomassa ( gulma perairan)
sebagaimana diatas sejatinya mampu menarik perhatian para penyelenggara
pemerintahan Provinsi dan Kab/Kota yang memiliki area perairan dan
bermasalah dengan gulma air, maupun, memberikan daya tarik kepada para
sponsor proyek/ investor ( sumber dana CSR, Bank) guna merobah gulma
menjadi energi dan pupuk bagi kemaslahatan masyarakat ( Sonson Garsoni*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar