Dibalik nikmatnya mie sagu Selat Panjang yang
terkenal lebih bagus dari Mie berbahan terigu impor, terdapat potensi
ekonomi lain. Dari proses produksi tepung sagu di Kab Meranti, bahan mie ini, yang dihasilkan dari
76 kilang sagu, perkiraan tiap pabrik sagu menghasilkan 8000 liter limbah/ hari limbah sagu. Dengan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBM), setiap biomassa termasuk limbah sagu dapat dijadilkan Biogas, Bio Elektrik dan Pupuk.
Biogas yang dinaikan kualitasnya melalui pemurnian, dapat dijadikan pengganti BBM Fosil ( bensin dan solar) dalam menghidupkan generator pembangkit listrik ataupun dijadikan bahan bakar kompor dengan energi kalor setara LPG. Menurut SaraRasa Biomass dan PLN, perkiraan konversi Limbah Cair
menjadi listrik limbah sagu di Kabupaten Meranti mencapai 13,12 MW.
Pasokan listrik 13,12 MW suatu jumlah yang besar guna menambah suplai Listrik di Selat Panjang yang sekarang masih defisit. Rasio elektrifikasi < 50 % atau baru mendapat pasokan PLN 6 MW, padahal kebutuhan Listrik untuk masyarakat adalah sebesar 24 MW.
Melihat kondisi geografis Kep Meranti dan umumnya kepulauan Indonesia, adalah sangat mahal bila mengandalkan bentangan ( koneksi) listrik PLN. Karenanya dibutuhkan sumber energi baru yang bisa diperbaharui, dan itu terdapat dalam limbah sagu tersebut dijadikan bahan baku PLTBM - Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa.
Disamping limbah sagu, Kepulauan Meranti maupun pulau lainnya sesungguhnya sangat kaya dengan ganggang coklat, yang sangat baik dijadikan bahan baku bagi pembangkitan energi maupun produksi pupuk organik. Jadi sesungguhnya, terdapat banyak harapan baru ketika energi dan maupun pupuk makin jauh dari keterjangkauan masyarakat (*)
Pasokan listrik 13,12 MW suatu jumlah yang besar guna menambah suplai Listrik di Selat Panjang yang sekarang masih defisit. Rasio elektrifikasi < 50 % atau baru mendapat pasokan PLN 6 MW, padahal kebutuhan Listrik untuk masyarakat adalah sebesar 24 MW.
Melihat kondisi geografis Kep Meranti dan umumnya kepulauan Indonesia, adalah sangat mahal bila mengandalkan bentangan ( koneksi) listrik PLN. Karenanya dibutuhkan sumber energi baru yang bisa diperbaharui, dan itu terdapat dalam limbah sagu tersebut dijadikan bahan baku PLTBM - Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa.
Disamping limbah sagu, Kepulauan Meranti maupun pulau lainnya sesungguhnya sangat kaya dengan ganggang coklat, yang sangat baik dijadikan bahan baku bagi pembangkitan energi maupun produksi pupuk organik. Jadi sesungguhnya, terdapat banyak harapan baru ketika energi dan maupun pupuk makin jauh dari keterjangkauan masyarakat (*)
1 komentar:
Yth Bapak Hadzalie, ST
1. shelter BD 3-7000L berkemampuan membangkitkan biogas asal limbah sagu, untuk pertama kalinya 21 m3 ( setara 7 ton) dan hari selanjutnya 4, 2 m3 atau 1, 26 ton/ hari. Dalam kasus limbah cair saja, perkiraan kebutuhan limbah 3 kali dari besaran diatas.
Pengalaman di Meranti, digunakan oleh PT Sararasa Biomass, Jl Pembangunan,misalnya, kelemahan bahan asal sagu ketika air yang digunakan memiliki PH Tinggi ( musim kemarau menggunakan air laut ?), produktivitas gas rendah. Berdasar pengalaman tersebut, lebih baik lagi jika material dicampur dengan biomassa lain dengan tumbuhan yang ada di lokasi ( seperti misalnya ganggang laut, gulma kebun, dll).
2. Harga Rp.179.500.000,- ( loco Bandung Factory) belum termasuk biaya kirim ke lokasi ( perkiraan Rp 17,5 juta), biaya install dan training ( perkiraan Rp. 5.95 juta) serta kontruksi ( kolam pengelolaan pupuk 5 m x 7 m x 2 m dan bangunan peneduh sederhana, perkiraan dapat dihitung bapak dengan kondisi dan harga tempatan). .
Posting Komentar